Rabu, 10 Januari 2018

Mudahnya membuka USAHA

Bikin usaha sendiri itu ternyata SUSAH (Walo ada beberapa orang beranggapan gak susah – susah amat – salute untuk mereka), waktu saya resign ke pekerjaan saya 3 bulan lalu dan memutuskan menikah dalam otak saya sudah punya planing bikin usaha di tempat baru, nyatanya banyak kendala untuk memulainya, dari lahan sampai permodalan,menurut saya niat serta intelegensi saja tidak cukup untuk mendirikan suatu usaha, rasanya sangat putus asa, lebih mudah mengirimkan CV, Interview, Psikotes dan tes kesehatan dan minggu depan saya sudah menempati pos saya yang lama sebagai karyawan (again) di kantor baru milik orang lain bukan sebagai entrepreneur di kantor saya sendiri. Mental saya belum siap menjadi pengusaha Ternyata……….!!!
Brigita. September 14th, 2007
Share aja…. gw pernah bangkrut bikin usaha di bidang selluler, komputer dan game. Setelah dicerna… kegagalan tersebut bersumber pada:
1. Pembagian waktu yang belum bisa mengena pada sasaran
2. Konsentrasi yang tak terfokus pada satu bidang
3. Lalai dan cape berkerja sendiri
Jd… untuk memulai bisnis, haruslah dipertimbangkan matang–matang segala sesuatu yang mungkin akan terjadi… jangan asal sambil jalan aja…
Nnay. September 14th, 2007
Sedikit pengalaman ajah dari yg pernah buka usaha…..mungkin lebih ke arah tips :D
1. pastikan anda sudah punya koneksi yang “cukup”
2. pastikan anda sudah punya modal yang “cukup”
3. pastikan bahwa anda siapa secara manajemen maupun teknis….
4. apabila anda berencana mengajak partner, pastikan bahwa partner anda memang punya komitmen penuh
5. pastikan bahwa anda benar2 berani untuk all-out….gak disambil dengan kerjaan lain
Feha. September 14th, 2007
“Ya itu namanya bisnis, ga mungkin media ngulas yang gagal. Pasti yang ditulis yang sukses Jar”
Aresto. September 15th, 2007
Dulu di kompleks(saat situasi Jakarta masih sepi, dan kemana-mana jauh, Dbest Fatmawati belum ada) juga ada ibu-ibu yang bisnisnya belanja bulanan, pertama-tama karena tetangga saya ikutan beli…lama-lama barang kualitas tak terjaga…Ada juga teman yang punya pemerahan susu kambing, susu kedelai, juga buah durian…kebetulan ini bos di kantor yang memang pemasok ke hotel-hotel…tapi begitu jualan di kantor juga nggak laku. Dan bukankah banyak toko yang buka sampai malam, bahkan Lebaran juga buka seperti Carrefour, Giant, Hero dll
Mba Wati September 15th, 2007
“Modal 12 juta, bikin warung bakso di daerah Pogung -dekat komplek UGM-, bulan pertama untung, bulan kedua tukang masaknya curang, bulan ketiga rasa berubah, bulan keempat bubar jalan. Akhirnya kita pasang iklan di koran, ‘jual kios beserta isi-isinya’ eh sampai sekarang tempat itu gonta-ganti tukang jualan terus, dari Mie Ayam, Sate, Bubur. Kebanyakan mahasiswa yang bikin, dan kebanyakan pula ga bertahan lebih dari 3 bulan”

Kisah kesuksesan seorang penjahit Modiste

Sri Setya Ujianti tak pernah berpikir menjadi pengusaha. Salah satunya karena harus merawat Anaknya yang masih kecil. Namun, justru itulah yang menjadikannya pengusaha penjahit Modiste sukses.
Pengabdian. Mungkin itulah yang membuat Tuhan membukakan jalan rezeki yang begitu mudah bagi Sri Setya Ujianti  atau akrab disapa Uji. Betapa tidak, saat memutuskan berhenti bekerja dari pekerja kantoran untuk merawat anaknya yang masih kecil, dia harus rela menanggalkan statusnya sebagai Karyawan Perkindo Semarang.
 Pergumulan Sri Setya Ujianti dan suaminya sigit Raharjo, yang akrab disapa Sigit, dengan dunia konveksi diawali pada Mei 2005. Waktu itu, pasangan Sri Setya Ujianti dan Sigit memutuskan menetap di Bangetayu wetan, genuk, Semarang dengan alasan dekat dengan rumah Saudaranya yang terlebih dahulu menetap di pedurungan.
  anaknya ujianti bernama Akmal putra yang lahir pada tahun 2003. Di kota ini, dengan modal sebuah mesin jahit dari orang tua dan uang Rp200 ribu, Ujianti mulai membuka usaha jahit di rumahnya yang terletak di perumahan bangetayu wetan Regency E 37 Rt 11 Rw 01, kec genuk Kota Semarang sekira 6 km dari Terminal Kaligawe semarang ke arah Pedurungan semarang, Jawa Tengah.
Sebagai usaha baru, apalagi belum dikenal, perjuangan meyakinkan pelanggan agar mau menjahitkan baju di usaha modistenya diakui Sigit cukup berat. Terlebih waktu itu dia juga memiliki anak yang masih kecil. Alhasil, urusan jahit-menjahit baru bisa dilakukan setelah semua tugas rumah tangga tuntas. Ujianti baru mulai menjahit sekira pukul 23.00 WIB hingga hari berikutnya.
Setelah magrib, dia baru tidur bersama anaknya, kemudian pukul 23.00 WIB dia bangun dan mulai menjahit lagi. Menjelang Ramadan 2006, dia mendapat pesanan gamis dari seorang teman. Waktu itu saya hanya diberi contoh gambar-gambar jilbab Ratih Sang yang katanya sedang tren di Semarang,” kenang Ujianti.
Wanita yang juga akrab disapa uci ini memperhatikan gambar itu dengan seksama, mempelajari kemungkinan potongan dan jahitannya. Lalu, dia mencoba mewujudkan gambar-gambar itu. Ada 10 gamis yang dipesan waktu itu. Sri Setya Ujianti harus putar otak mencari modal untuk membeli kain. Akhirnya, dia meminjam uang sebesar Rp200 ribu pada adiknya. Setelah gamis jadi,Sri Setya Ujianti  mendapatkan uang sebesar Rp250 ribu.
“Saya langsung mengembalikan uang adik dan yang Rp50 ribu saya belikan kain untuk membuat gamis lagi, ” ungkap alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi jurusan Akuntansi ini.
Setelah itu, pesanan mengalir. Pasangan ini pun terpaksa harus bekerja hingga larut malam menjelang pagi. Kerja keras itu mereka lakoni hingga lima bulan. “Baru setelah itu kami mampu merekrut seorang karyawan dan kami juga dapat beli mesin obras, ” paparSri Setya Ujianti .
Kini, setelah enam tahun dirintis, usaha modiste dengan nama merek dagang Sakira Modiste itu telah mampu memproduksi 300-400 gamis dengan omzet Rp20 juta per bulan dan jumlah pekerja harian 10 orang, belum termasuk 10 pekerja borongan lainnya.
Produk Sakira Modiste dapat dijumpai pada beberapa butik di Bandung, Jakarta, Yogyakarta, Solo, Semarang, Boyolali, Bukittinggi, dan lain-lain.
Melalui agen di Bandung, produk gamis  Sakira Modiste bahkan telah menemukan pasar di Australia, Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
”Jika ada merek Gamis Sakira Modiste Anda temui di toko-toko atau pasar-pasar itu adalah brand usaha kami, ” terang Sri Setya Ujianti tentang sukses usahanya.
Salah satu keunggulan Sakira Modiste hingga diterima pasar dan mampu bersaing dengan merek lain yang sudah ada di pasar-pasar terletak pada orisinalitas desain, pilihan bahan, dan komposisi warnanya yang padu. Kekuatan lainnya juga terletak pada keunikan aksen-aksennya (sulam benang, sulam pita, payet, bunga-bunga aplikasi, dan lain sebagainya).
Hasil sentuhan tangan terampil (hand- made) dari 80 tenaga kerja membuat produk Bunda Collection tampak unik sehingga para pemakainya dapat tampil lebih anggun, cantik, dan “ beda”.
“Desain, pemilihan warna, dan pembelian bahan ditangani saya,” tuturSri Setya Ujianti . Selain gamis, Sakira Modiste juga memproduksi mukena, bandana, dan berbagai aksesori busana muslim.
Setiap mukena produksi Sakira Modiste dipasarkan dengan harga Rp55 ribu-Rp140 ribu per satuan. Adapun untuk jilbab harganya berkisar antara Rp35 ribu-Rp95 ribu per potong. Sekira 20 persen merupakan margin keuntungan. Kendati begitu, Sigit mengaku bahwa sebagian besar keuntungan tersebut masih dipakai untuk mengangsur kredit yang sempat dipergunakan sebagai modal usaha. “Kami dapat pinjaman Rp225 juta dari BNI Syariah selama tiga tahun, ” katanya.
Dengan semakin memasyarakatnya pakaian muslim, Uci dan Sigit berkeinginan terus memajukan usahanya. Jika awalnya Uci hanya memfokuskan pada pembuatan Modiste dan bandana, pada 2008 dia mulai memproduksi mukena dewasa dan anak-anak. 2010 ini dia mulai memproduksi busana muslimah berciri khas modifikasi lurik Semarang dan daur ulang sampah plastik. ”Tapi ikon kami tetap Modiste cantik,” katanya.
Selain itu, mereka juga berencana membuat workshop dan membeli mesin. Tujuannya, selain untuk membesarkan usaha, langkah ini juga sebagai langkah awal dari impiannya untuk menjadikan Semarang, sebagai sentra busana muslim. “Saya memimpikan kota kami jadi sentra produksi busana muslim. Dengan begitu, kami bisa membantu mengatasi persoalan pengangguran di Semarang, ” Sigit mengungkapkan cita-citanya.
Untuk bisa mewujudkan rencananya itu,Sigit memperkirakan dibutuhkan modal hingga lebih dari Rp1 miliar. Namun, lagi-lagi modal menjadi persoalan. “Kami tak punya aset untuk diagunkan. Aset kami paling berharga hanyalah SDM (sumber daya manusia), ” kata sigit.
Di tengah kisah sukses yang diraihnya saat ini, Uji mengaku kerap tak kuasa menitikkan air mata ketika melihat ke belakang. Waktu mereka pindah, suaminya yang seorang wiraswasta juga baru saja melepas pekerjaannya. Banyak juga yang menyangsikan keputusannya. ”Tapi,Tuhan memang punya skenario sendiri, ” tuturnya.